Sistem, Kebijakan-Kebijakan dan Perkembangan Kehidupan Ekonomi Pada Masa Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

Artikel sejarah kali ini akan membahas tentang sejarah masa demokrasi terpimpin, kehidupan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin, sistem ekonomi demokrasi terpimpin, kebijakan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin, perkembangan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin.

Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin

Pada akhir pemerintahan pendudukan Jepang dan awal berdirinya Republik Indonesia, keadaan ekonomi Indonesia sangat kacau. 

Inflasi yang hebat menimpa negara Republik Indonesia yang baru berumur beberapa hari. Sumber inflasi adalah beredarnya mata uang Jepang secara tak terkendali, sehingga ekonomi kita bertambah sulit. 

Pemerintah Republik tidak dapat menyatakan bahwa uang pendudukan Jepang tidak berlaku. Hal ini disebabkan negara sendiri belum memiliki uang untuk penggantinya. Kas pemerintah kosong. 

Pajak-pajak dan bea masuk lainnya sangat berkurang, sebaliknya pengeluaran negara semakin bertambah.

Untuk sementara waktu kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah mengeluarkan penetapan berlakunya beberapa mata uang sebagai tanda pembayaran yang sah di wilayah RI. Pada masa itu ditetapkan tiga mata uang yaitu:

  1. mata uang De Javasche Bank
  2. mata uang pemerintah Hindia Belanda
  3. mata uang pemerintah pendudukan Jepang

Perang kemerdekaan selama lima tahun telah mengakibatkan perekonomian Indonesia dalam keadaan terbengkalai, maka program pemerintah adalah berusaha memperbaiki keadaan ekonomi rakyat melalui langkah-langkah berikut.

1. Mengadakan Pengguntingan Uang

Untuk menyehatkan keuangan negara dengan keputusan Menteri Keuangan RIS tanggal 19 Maret 1950 dilakukan pengguntingan uang atau sanering. 

Berdasarkan peraturan tersebut uang kertas Rp 5,00 ke atas dinyatakan hanya bernilai 50 %-nya. Sebagai tindak lanjut pengguntingan uang tersebut dikeluarkan uang kertas baru, berdasarkan UU Darurat No. 21 Tahun 1950 tentang Pengeluaran Uang Kertas Baru.

2. Membentuk Badan Koordinasi Pembangunan Ekonomi

Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo, kebijaksanaan pemerintah meningkat kepada perencanaan penbangunan nasional. 

Pemerintah membentuk Badan Koordinasi Pembangunan Ekonomi jangka panjang dengan wadah Biro Perancang Negara. 

Biro ini dibentuk dengan tugas merancang pembangunan jangka panjang, karena pemerintah terdahulu lebih menekankan program jangka pendek, sehingga hasilnya belum dapat dirasakan oleh masyarakat.

Karena pada masa itu pemerintahan terlalu singkat dengan program yang berganti-ganti, maka tidaklah terdapat stabilitas politik. 

Tidak adanya stabilitas politik ini merupakan faktor bagi kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya rencana pembangunan. 

Biro ini dipimpin oleh Ir. Djuanda yang kemudian diangkat menjadi Menteri Perancang Nasional. Pada bulan Mei 1956 Biro ini menghasilkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) (1956-1961).

3. Menyusun Rencana Pembangunan Delapan Tahun

Sejak pemerintah mendekritkan kembali ke UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, kembali pemerintah memikirkan rencana pembangunan. 

Hasilnya adalah Rencana Pembangunan Delapan Tahun (1961-1969). Rencana Pembangunan Delapan Tahun ini disahkan oleh MPRS pada tahun 1960. 

Sasaran pembangunan meliputi bidang mental, kesejahteraan, pemerintah, produksi, dan distribusi. Rencana ini dibuat oleh Dewan Pearancang Nasional yang diketuai oleh Prof. Muh. Yamin.

4. Mengeluarkan Deklarasi Ekonomi

Deklarasi Ekonomi (Dekon) dikeluarkan pada tanggal 26 Mei 1963. Pemerintah menganggap bahwa untuk menanggulangi kesulitan ekonomi, satu-satunya jalan adalah dengan sistem Ekonomi Terpimpin. 

Karena kesukaran-kesukaran yang menyolok, dari tahun 1961-1962 harga-harga telah naik sebesar 400%. 

Namun di dalam melaksanakan Ekonomi Terpimpin ini pemerintah lebih menonjolkan unsur terpimpinnya daripada unsur ekonomi efisien. 

Akibatnya struktur ekonomi mengarah kepada etatisme. Ekonomi terpimpin ala Indonesia terutama bersifat ekonomi peraturan yang menjerumus menjadi ekonomi anarki. 

Pemerintah telah hidup di luar kemampuan, karena terlalu banyak yang ingin dilaksanakan. Inflasi kita sudah mencapai hiperinflasi. 

Pada tahun 1966 inflasi mencapai 600%. Penyebab utama merosotnya ekonomi Indonesia adalah:

  • pengurusannya tidak rasional dan tidak ada pengawasannya,
  • tidak adanya ukuran yang objektif dalam menilai sesuatu usaha atau hasil seseorang.