Fungsi, Tujuan dan Hubungan Demokrasi Dengan Pemilihan Umum Serta Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Dalam Sistem Pelaksanaan Pemilu di Indonesia

Berikut ini akan dijelaskan tentang pemilihan umum, pengertian pemilu, pemilu sebagai sarana demokrasi, Fungsi Pemilihan Umum, fungsi pemilu, hubungan demokrasi dengan pemilu, tujuan pemilu, pemilu di indonesia, pemilu pertama di indonesia, pemilu indonesia, sistem pemilu di indonesia, pelaksanaan pemilu di indonesia, asas pemilu di indonesia, asas asas pemilu di indonesia. 

Pemilihan Umum sebagai Perwujudan Demokrasi

Para ahli politik berpendapat bahwa pemilu merupakan salah satu kriteria penting untuk mengukur kadar demokratisasi sistem politik di suatu negara.

Pemilu menjadi tolok ukur untuk menilai demokratis tidaknya suatu negara. Menurut Eep Saefullah Fatah, ada dua tipe pemilu.

1. Pemilu berfungsi sebagai formalitas politik, artinya pemilu hanya dijadikan alat legalisasi pemerintahan nondemokratis. Kemenangan kontestan merupakan hasil rekayasa kelompok kekuatan bukan pilihan bebas politik rakyat.

Pemenang pemilu telah diketahui sebelum pelaksanaannya sendiri sehingga sistem politik demikian sulit dikategorikan sebagai demokratis.

2. Pemilu berfungsi sebagai alat demokrasi, Di negara demokratis pemilu sebagai alat demokrasi dijalankan secara adil, jujur, bersih, bebas, dan kompetitif. Pemilu menjadi ajang pilihan rakyat dalam

menentukan pemilihannya.

Rusli Karim membedakan tiga corak pemilu, yaitu sebagai berikut.

a. Pemilu kompetitif dalam suatu sistem demokratis. Ciri-cirinya adalah;

• rekrutmen elit politik,

• kesiapan bagi perubahan kekuasaan,

• legitimasi politik pemerintahan koalisi partai,

• representasi pendapat dan kepentingan para pemilih,

• peningkatan kesadaran politik rakyat melalui kejelasan problem dan alternatif politik,

• pendorong kompetisi bagi kekuasaan politik,

• pembentukan suatu oposisi yang mampu menjalankan kontrol,

• pemertautan lembaga politik dengan pilihan pemilih.

b. Pemilu semikompetitif dalam suatu sistem otoritarian. Ciri-cirinya adalah;

• manifestasi dan integrasi parsial partai politik,

• perolehan reputasi di luar negeri,

• penyesuaian kekuasaan yang dirancang untuk menstabilkan sistem,

• upaya pelegitimasian bagi kekuasaan yang ada.

c. Pemilu non kompetitif dalam sistem totalitarian. Ciri-cirinya adalah:

• penjelasan kriteria kebijakan pemerintahan,

• perolehan persatuan moral dan politik rakyat,

• pendokumentasian adanya dukungan bagi pemerintah,

• mobilisasi seluruh kekutan sosial.

Adanya pemilu belum tentu menjadikan negara itu sebagai negara demokratis, tetapi hanya pemilu yang demokratislah yang mampu membentuk negara demokrasi. 

Agar negara dianggap demokratis, pemilu harus dijalankan dengan cara yang demokratis, yaitu pemilu dengan corak yang kompetitif.

Fungsi Pemilihan Umum

Pemilu diselenggarakan dalam rangka mewujudkan gagasan kedaulatan rakyat atau sistem pemerintahan demokrasi. 

Fungsi, Tujuan dan Hubungan Demokrasi Dengan Pemilihan Umum Serta Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Dalam Sistem Pelaksanaan Pemilu di Indonesia

Karena rakyat tidak mungkin memerintah negara secara langsung, diperlukan cara untuk memilih wakil yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu sebagai sarana demokrasi politik memiliki empat fungsi, yakni sebagai berikut.

1. Prosedur rakyat dalam memilih dan mengawasi pemerintahan

Melalui pemilu, rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga legislatif. Wakil-wakil itu akan menjalankan kedaulatan yang didelegasikan kepadanya. 

Pemilu merupakan proses pemungutan suara secara demokratis untuk seleksi anggota perwakilan dan juga organ pemerintahan. Fungsi ini disebut sebagai fungsi perwakilan politik.

2. Legitimasi politik

Pemerintahan yang terbentuk melalui pemilu memang menjadi pilihan rakyat sehingga memiliki keabsahan. Pemerintahan yang absah akan merumuskan program dan kebijakan yang akan ditaati oleh rakyat. 

Rakyat akan tunduk dan taat sebagai konsekuensi atas pilihan dan partisipasi politik yang telah dilakukan. Dalam sistem demokrasi, kehendak rakyat merupakan dasar bagi keabsahan pemerintahan.

3. Mekanisme pergantian elit politik

Dengan pemilu, rakyat dalam kurun waktu tertentu dapat mengganti elit politik dengan yang lainnya berdasarkan pilihannya. Putusan tersebut bergantung pada penilaian rakyat terhadap kinerja para elit politik di masa lalu. 

Jika para elit politik yang telah dipilih di masa lalu dianggap tidak mampu memenuhi harapan rakyat, orang itu cenderung tidak akan dipilih kembali kemudian menggantinya dengan elite politik yang baru.

4. Pendidikan politik

Fungsi pendidikan politik melalui pemilu merupakan pendidikan yang bersifat langsung, terbuka, dan massal karena dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi. 

Melalui fungsi pendidikan politik inilah pemilu berperan sebagai sarana pengembangan budaya politik demokratis. Oleh sebab itu, pemilu harus dilaksanakan secara demokratis pula.

Prinsip Demokrasi dalam Pelaksanaan Pemilu

Dalam pemilu demokratis mutlak diperlukan prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip demokrasi dapat terwadahi dalam pemilu demokratis, sedangkan pemilu demokratis akan mengembangkan dan melanggengkan prinsip-prinsip demokrasi. 

Menurut Eep Saifullah Fatah, syarat-syarat pemilu yang demokratis, antara lain adalah sebagai berikut.

1. Adanya kekuasaan membentuk tempat penampungan bagi aspirasi rakyat,

2. Adanya pengakuan hak pilih yang universal,

3. Netralitas birokrasi,

4. Penghitungan suara yang jujur,

5. Rekrutmen yang terbuka bagi para calon,

6. Adanya kebebasan pemilih untuk menentukan calon,

7. Adanya komite atau panitia pemilihan yang independen, dan

8. Adanya kekuasaan bagi kontestan dalam berkampanye.

Menurut Austin Ranney ada delapan kriteria pokok bagi pemilu yang demokratis.

1. Hak pilih umum.

Pemilu disebut demokratis apabila semua warga negara dewasa dapat menikmati hak pilih pasif ataupun aktif. Meskipun diadakan pembatasan, hal tersebut harus ditentukan secara demokratis, yaitu melalui undang-undang.

2. Kesetaraan bobot suara.

Ada jaminan bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Artinya, tidak boleh ada sekelompok warga negara, apa pun kedudukannya, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Kuota bagi sebuah kursi parlemen harus berlaku umum.

3. Tersedianya pemilihan yang signifikan.

Hakikat memilih diasumsikan sebagai adanya lebih dari satu pilihan.

4. Kebebasan nominasi.

Pilihan-pilihan memang harus datang dari rakyat sendiri sehingga menyiratkan pentingnya kebebasan berorganisasi. 

Kebebasan berorganisasi secara implisit merupakan prinsip kebebasan untuk menominasikan calon wakil rakyat. Dengan cara itulah pilihan-pilihan yang signifikan dapat dijamin dalam proses pemilihan umum.

5. Persamaan hak kampanye.

Program kerja dan calon-calon unggulan tidak akan bermakna apa-apa jika tidak diketahui oleh pemilih. Oleh karena itu, kampanye menjadi penting dalam proses pemilu. 

Melalui proses tersebut massa pemilih diperkenalkan dengan para calon dan program kerja para kontestan pemilu.

6. Kebebasan dalam memberikan suara.

Pemberi suara harus terbebas dari berbagai hambatan fisik dan mental dalam menentukan pilihannya. Harus ada jaminan bahwa pilihan seseorang dilindungi kerahasiaannya dari pihak mana pun, terutama dari penguasa.

7. Kejujuran dalam penghitungan suara.

Kecurangan dalam penghitungan suara dapat menggagalkan upaya penjelmaan rakyat ke dalam badan perwakilan rakyat. Keberadaan lembaga pemantau independen pemilu dapat menopang perwujudan prinsip kejujuran dalam penghitungan suara.

8. Penyelenggaraan secara periodik.

Pemilu tidak diajukan atau diundurkan sekehendak hati penguasa. Pemilu dimaksudkan sebagai sarana menyelenggarakan pergantian penguasa secara damai dan terlembaga.

Pemilu di Indonesia

Sampai saat ini pemilu di Indonesia telah berlangsung sebelas kali, yakni

1. pemilu masa Orde Lama, yakni pemilu 1955.

2. pemilu masa Orde Baru, yakni pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

3. pemilu masa Reformasi, yakni pemilu 1999, 2004, 2009 dan 2014.

Ketentuan konstitusional mengenai pemilihan umum diatur dalam UUD 1945 amendemen ketiga pasal 22E sebagai berikut.

  1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
  2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan wakil Presiden, DPRD.
  3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
  4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik.
  5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
  6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

Pemilihan umum perlu diselenggarakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

1. Langsung berarti rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.

2. Umum berarti setiap warga negara yang memenuhi persyaratan berhak ikut serta dalam pemilu tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.

3. Bebas berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun.

4. Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun.

5. Jujur berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangundangan.

6. Adil berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

Pemilu yang paling demokratis baru dialami bangsa Indonesia melalui pemilu 1955. Puluhan partai dan calon perseorangan menjadi kontestan sehingga rakyat benar-benar berpeluang memilih sesuai dengan aspirasi masing-masing. 

Namun, setelah itu, iklim politik menjadi begitu ketat selama masa demokrasi terpimpin. Selama masa Orde Baru telah dilakukan enam kali pemilu. Hanya ada tiga lembaga pemerintahan yang pengisiannya dilakukan melalui pemilu, yaitu MPR/ DPR, DPRD, dan Kepala Desa. 

Akan tetapi, ada jabatan-jabatan pemerintah lain yang diisi melalui proses pemilihan tidak langsung oleh rakyat. Yang dimaksudkan itu adalah pemilihan bupati. Pemilihan bupati itu dilakukan oleh MPR. 

Pemilihan menganut sistem proporsional sehingga diharapkan seluruh suara rakyat diperhitungkan dalam pengisian anggota parlemen. 

Jika ada kontestan yang tidak memperoleh suara sama sekali, kontestan tetap dijamin memperoleh 5 kursi di parlemen. Pemilu bukanlah institusi politik yang berdiri sendiri.

Keberadaan dan kualitas pemilu sangat terkenal dengan sistem perlindungan hak-hak politik rakyat yang tercermin dalam sistem kepartaian sebagai hulunya dan struktur kelembagaan parlemen sebagai muaranya.

Salah satu prinsip yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru dalam mengatur sistem kepartaian adalah prinsip massa mengambang. 

Kenyataannya prinsip itu diwujudkan dalam upaya untuk menjauhkan rakyat dari kegiatan politik kecuali pada saat-saat pemilu.

Selama masa Orde Baru tercatat adanya pemilu yang relatif demokratis, yaitu dalam bentuk pemilihan kepala desa. Penghitungan dan pelaporan hasil dilakukan secara terbuka di depan warga pemilih sehingga memperkecil peluang manipulasi suara. 

Kemenangan ditentukan dengan suara terbanyak dengan jumlah pemilih yang telah memenuhi quorum.

Bangsa Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilu yang relatif memenuhi syarat-syarat pemilu demokratis pada pemilu tahun 1999, 2004, 2009 dan 2014. 

Apabila pemilu terlaksana dengan baik (LUBER JURDIL) ada harapan kita akan menuju ke pemerintahan/kehidupan yang lebih demokratis.