Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Suami Setegar Pilar

Membaca surat An Nisa’: 34, kita akan mendapatkan pelajaran mahal tentang keluarga. Ini salah satu kunci keluarga yang pada hari ini bengkok oleh hantaman zaman. Berbagai ajaran yang jauh dari ajaran Islam telah merusaknya. Tanpa kita sadari telah membuat biduk rumah tangga terombang-ambing dalam ketidakjelasan. Tidak jelas, kemana arahnya. Tidak jelas siapa nahkodanya. Tidak jelas, nasib penumpangnya. Di tengah badai yang siap melumat semuanya.
Allah yang Maha Mengetahui apa saja yang bisa memperbaiki kehidupan manusia telah berfirman,:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dank arena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (Qs. An Nisa’: 34)

Untuk memahami lebih dalam tentang ayat ini, mari kita gali dari sisi Bahasa aslinya. Kata (Qowamuuna) berasal dari kata (wamah). 

Secara bahasa, kata (qowaamah) baik dengan fathah pada Qof ataupun Kasroh, mempunyai beberapa arti diantaranya; Pilar kokoh yang digunakan sebagai penopang dan pengatur agar rapi. Qiwam dengan Kasroh; makanan yang membuat manusia bisa tegak berdiri. Qowam dengan fathah; Adil dan seimbang. Al Qoyyim; Tuan atau pemimpin.

Dari arti kata diatas, bisa kita bayangkan tugas seorang suami dengan kata Qowamah itu. Berikut ini penjelasan beberapa ulama tentang kata tersebut,

Ibnu Katsir; Seorang suami Qoyyim terhadap istrinya artinya, dia pemimpinnya, pemnesarnya, hakimnya dan pendidiknya jika bengkok.

 Al Qurthubi; Suami bertanggung jawab untuk mengurusinya, mendidiknya, meletakkannya di rumah, melarangnya berpenampilan mencolok di luar.

Sayyid Quthub; jika lembaga-lembaga yang ebih kecil dan murah, seperti lembaga keuangan, industry, perdagangan dan yang lainnya tidak diserahkan kecuali kepada orang yang ahli, yaitu orang-orang yang memiliki kemampuan dalam  bidang tersebut dan telah terlatih melebihi bakat yang dimilikinya berupa manajemen dan kepemimpinan. 

Maka kaidah ini pun harus diberlakukan bagi lembaga rumahtangga yang merupakan penghasil unsur paling mahal di semesta ini, yaitu unsur manusia…

Untuk itulah, wanita dibekali kelembutan, kasih sayang, cepat merespon dan bergerak bagi kebutuhan anak tanpa kesadaran dan berfikir terlebih dahulu. Karakter ini bukan tempelan, tetapi tertancap dalam pada penciptaan organnya, otot, akal dan jiwanya.

Adapun laki-laki dibekali ketegaran dan ketabahan, lambat merespon dan memeneuhi panggilan, menggunakan kesadaran dan pikiran sebelum bergerak. Karena seuruh tugasnya memerukan ketenangan dan berfikir sebeum melangkah maju. Dan inipun karakter yang tertancap dalam pada diri laki-laki.

Dari keseluruhan penjelasan diatas, cukup menjadi renungan dalam bagi para suami dan semua laki-laki yang akan menjadi suami. Bahwa Qowamah tidak sesederhana yang dibayangkan. Tidak seumum kata kepemimpinan yang telah terkoyak-koyak maknanya hari ini.

Tetapi Qowamah bagi suami adalah kewajiban menjadi pilar kokoh. Tempat bersandar yang tegar. Tempat penopang yang menjamin tidak robohnya bangunan rumah tangga. Tempat kenyamanan bagi semua penghuni rumah.

Qowamah bagi suami adalah kewajiban menjadi sumber nafkah untuk keberlangsungan. Nafkah yang memberi fasilitas hidup dan ketenangan bagi seluruh anggota rumah. Suami adalah lading yang lapang nan hijau bagi merumputnya semua gembala.

Qowamah bagi suami adalah kewajiban menjadi pemimpin dengan semua makna kepemimpinan. Merencanakan, mengatur, menjaga, memperhatikan dan sebagainya. Dengan tugas ini, maka suami harus menyediakan waktunya 24 jam, kapan saja untuk semua keperluan rakyatnya dirumah.

Qowamah bagi suami adalah keadilan dan keseimbangan. Adil dan seimbang mengharuskan jiwa yang tenang, tidak emosional, berada ditengah, bertindak hanya dengan bukti dan data. Tidak memutuskan kecuali dengan ilmu.

Qowamah bagi suami adalah kewajiban menjadi pendidik. Keteladanan dan ilmu merupakan mata air deras lagi menyejukkan yang harus dimiliki oleh suami sang guru. Pendidik tak hanya mengajarkan ilmu. 

Tetapi memberi keteladanan atas aplikasi ilmu tersebut. Juga mengevaluasi atas keberhasilan pendidikannya. Meluruskan jika ada yang bengkok dengan jiwa seorang pendidik murni. Terus mengawanya hingga menghasilkan lulusan membanggakan.

Sebesar inilah tugas para kaum laki-laki. Jadi, tidak sesederhana orang mengeluarkan kata cinta dari lisan yang tak bertulang itu.

Maka, seharusnya setiap suami benar-benar ‘memaksakan’ dirinya menuju seluruh sifat di atas. Demikian juga setiap anak laki-laki, harus dilahirkan dan dididik hingga mampu menjadi Qowwam bagi para istrinya.

Inilah Qowamah yang harus dipertanggungjawabkan para suami di hadapan Allah kelak ! 

Ustd. Budi Ashari,Lc