Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian dan Hukum Riba,,,(Bag 1)

Ketetapan hukum mubah suatu praktik muamalah tidaklah berlaku mutlak. Hendaknya muamalah yang dilakukan terhindar dari beberapa factor yang dapat merusak transaksi. Factor-faktor tersebut adalah riba, gharar dan kezhaliman. Berikut penjelasan terkait riba

Riba secara etimologi berarti tambahan. Abdul Azhim Badawi menyebutkan bahwa riba pada asalnya berarti tambahan, baik berupa tambahan pada objeknya sendiri atau tambahan (di luar objek) sebagai ganti terhadap objek tersebut. Sedangkan secara terminology riba adalah tambahan pada suatu yang khusus. (al-Wajiz fi al-Fiqh as-Sunah, 346).


Keharaman riba dapat dikatakan merupakan suatu aksioma. Dalam Islam, keharaman ditetapkan berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijma. 

Sebagaimana firman Allah Ta’ala, di antaranya yang tertera dalam surat al-Baqarah ayat:275 yang artinya,” Dan Allah telah mengharamkan riba.” Dan juga ayat-ayat lain yang jumlahnya tidak sedikit. Sedangkan dalam as-Sunnah di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim:

“Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba dan dua orang saksinya. Kedudukan mereka itu semuanya sama.” (HR. Bukhari.5962 dan Muslim,1598).

Umat islam juga telah berijma’ tentang keharaman riba, dan ia termasuk dosa besar. Riba merupakan kezhaliman yang besar, jika diqiyaskan dengan syariat yang menjadikan keadilan sebagai prinsipnya, maka tentunya kezhaliman itu haram hukumnya.


Bahkan keharaman riba ditetapkan juga oleh seluruh agama samawi selain Islam dan dilarang keras dalam ajaran Yahudi dan Nasrani. 

Disebutkan dalam kitab Perjanjian Lama,” Jika engkau meminjamkan harta kepada salah seorang dari kalangan bangsaku, janganlah engkau bersikap seperti rentenir dan janganlah engkau mengambil keuntungan dari piutangmu.” 

Disebutkan juga dalam Perjanjian Baru,” Jika kalian memberikan pinjaman kepada orang yang kalian harapkan imbalan darinya, maka keutamaan apakah yang akan kalian peroleh? Lakukanlah kebajikan dan berilah pinjaman tanpa mengharapkan adanya imbalan.”(Fighus Sunah, 3/123)